PENGALIHAN HAK TANAH LETTER C

 PENGALIHAN HAK TANAH LETTER C


Buku C atau yang sering disebut sebagai Letter C adalah buku yang disimpan aparatur desa, biasanya Sekretaris Desa (sekdes). Buku ini bisa juga disebut Pepel. Buku C adalah buku yang digunakan oleh petugas pemungut pajak untuk keperluan pembayaran pajak pada zaman penjajahan Kolonial Belanda. Letter C ini terdiri atas tiga dokumen, yakni : 

 a. Kutipan Letter C, terdapat di kantor Kelurahan yang dipegang oleh Lurah.

 b. Induk Kutipan Letter C, terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Bumi  dan Bangunan.

 c. Girik yang merupakan alat bukti pembayaran pajak atas tanah yang dipegang oleh masyarakat sebagai       pemegang hak atas tanah.

Dalam Letter C  setidak tidaknya mencatat beberapa komponen bidang tanah yang dipungut pajaknya, seperti :

 - Nomor Buku C

 - Kohir

 - Persil, Kelas Tanah

 - Luasan Tanah

 - Nama Pemilik Letter C

Oleh karena mencatat tentang kepemilikan tanah berikut hal hal yang terkait tanah, pada umumnya notaris ataupun petugas di Kantor Pertanahan dapat melihat siapa yang berhak atas kepemilikan tanah yang belum bersertifikat di suatu desa. Dengan kata lain, buku Letter C merupakan poin penting dalam persyaratan pengurusan sertifikat jika yang dipunyai  sebagai bukti awal kepemilikan hak atas tanah itu hanya berupa girik, ketitir atau petuk. Namun demikian, keterangan mengenai tanah yang ada dalam buku Letter C itu sangatlah tidak lengkap dan cara pencatatanannya secara tidak teliti dan hati hati sehingga akan banyak terjadi permasalahan yang timbul nantinya. Hal ini karena kurang lengkapnya data yang akurat dalam buku Letter C tersebut, seperti tidak tercatatnya peralihan hak kepemilikan tanah atau tidak ada upayanya si pemilik terakhir untuk mengubah nama wajib pajak dalam Letter C. Dengan demikian pada akhirnya memutuskan upaya penelusuran riwayat tanah karena ketidak jelasan siapa sesungguhnya pemilik tanah yang terakhir. Sebagai contoh ada seorang warga yang akan mengurus sertifikat, kondisi tanahnya saat ini baru berupa girik. Oleh karena itu yang dilakukan Kepala Desa/ Kelurahan adalah dengan berpedoman pada keadaan fisik tanah, penguasaan dan bukti pembayaran pajak. Seorang Kepala Desa/ Kelurahan mencocokkan girik tersebut pada Kutipan Letter C di Kelurahan.

Pengajuan hak atas tanah untuk yang pertama kali adalah harus ada  Riwayat Tanah (yang dikutip oleh Letter C) serta Surat Keterangan Tidak Dalam Sengketa yang diketahui oleh Kepala Desa/ Kelurahan. Dengan dipenuhinya dokumen alat bukti tersebut, seorang warga dapat mengajukan permohonan atas kepemilikan tanah tadi untuk memperoleh hak atas tanah pada Badan Pertanahan yang disebut Sertifikat. Bila pada kenyataannya, dalam riwayat tanah terjadi  perbedaan antara pemegang girik dan catatan di Letter C, biasanya Kepala Desa / Kelurahan tidak akan mau membuat Surat Keterangan Tidak Dalam Sengketa. Dalam hal ini Kepala Desa/ Kelurahan akan meminta pemegang terakhir girik untuk meminta pernyataan dan keterangan tertulis pjenjual sebelumnya tentang tanah yang menjadi objek jual beli tersebut. Di sinilah mulai terjadi kerumitan yang beresiko bagi pembeli tanah Letter C. Oleh karena itu, guna menghindari kerumitan yang berkepanjangan, sebaiknya ketika akan membeli sebidang tanah Letter C, harus dicocokkan terlebih dahulu nama pemegang girik dengan catatan di Letter C desa / kelurahan. Jika terjadi perbedaan pemegang girik, upayakan meminta pernyataan dan keterangan tertulis dari si penjual  tentang riwayat jual beli objek tanah dimaksud. Dengan demikian ketika akan meminta Surat Keterangan Tidak Dalam Sengketa di kantor Desa/ Kelurahan tidak ada permasalahan tentang riwayat tanah tersebut.

Comments